Lonely without you
“Put, kurasa kita tak lagi bisa bersama, aku
tak mau menyakitimu ”Suaranya diujung telepon. Jantungku terasa berhenti
memompa, darah ku tak lagi mampu mengalir. “Maksud kamu apa?’ kataku,
memastikan apa yang ku dengar. “Lebih baik kita berteman saja.” “Oh ya sudah,
enggga apa-apa” ujarku berusaha tenang.
Sekuat mungkin aku menahannya, tapi akhirnya aku menangis. Dan, sialnya
dia mengetahui itu.
_________________
Kejadian
itu kembali berputar begitu saja dalam ingatanku setiap kali memandang wajah
Roy, seperti satu episode yang selalu diputar oleh sang sutradara. Aku semakin tak mengerti dengan diriku
sendiri, seperti menikmati rasa sakit yang ditorehkan. Bibirku selalu
mengutarakan benci, tapi tidak dengan hati ini. Aku masih mencintainya,
sungguh. Masih banyak harapan yang ku taruh padanya. Aku ingin menjadi teman
dalam sepinya, menjadi mimpi dalam tiap tidurnya, dan menjadi pengisi tiap
kekosongannya.
Sebenarnya
aku mampu berdiri di labirin hatinya, meskipun aku tahu ada yang lain disana, wanita
yang ia pilih jadi kekasihnya. Ya, aku mampu. Sampai kapanpun. Dari hadirnya
bulan hingga terbitnya matahari. Hingga matahari ditelan lautan, hingga bulan
hadir kembali. Sampai bulan dan matahari tak mengintari bumi lagi. Aku mampu.
Tapi aku manusia berakal, tak mungkin sudi bertindak demikian meski aku mampu.
“Put,
apa aku boleh menelponmu?’ sebuah pesan dari Roy. Jantungku sesaat berhenti
berdetak.Aku tak bermaksud untuk membalas pesannya. Tapi apa yang terjadi, Roy
menelponku, tanpa persetujuan yang aku lontarkan. Berulang kali dia menelponku,
tak kunjung ku angkat. Ia menyerah, mungkin.
Keesokkan
harinya private number menghubungiku,
kukira itu kakakku, karena kakakku juga sering menghubungiku menggunakan private number.
“Hallo!
Assalammualaikum” sambutku, yang
langsung dijawab oleh seorang pria. Ya, ia Roy. Dugaanku meleset. “Walaikum salam”. Aku kembali terdiam.
“Put, kenapa sms sama telponku ga kamu
angkat tadi malam?”. “Oh itu, aku udah tidur Roy”. Kataku, berbohong. Aku yang
jelas-jelas tidak bisa tidur memikirkannya. “Iyeke?” candanya dengan curiga,
memakai logat melayu. “Bener...” ujarku berusaha tenang.
Entah
kenapa setelah pembicaraannya denganku tadi
malam, aku semakin dekat dengannya. Roy lebih sering menghubungiku. Layaknya
tak pernah ada masalah diantara kita. Tertawa lepas tanpa beban, mengejek
kenangan dan melupakan jarak diantara kita.
Malam
semakin larut, matahari akan segera terbit. Aku berbicara dengan Roy diujung
telepon. Hingga tak terasa hari sudah
mulai pagi, berdua lewat kotak berbunyi, lewat hembusan angin malam ini aku
katakan, aku mencintainya. Batere mulai melemah, mata mulai mengantuk.
“Nyanyikan aku sebuah lagu!” pintakku kepadanya. “Oke! lagu biarlah dari
Killing Me Inside. Just for Puput haha
tu wa ga, semua yang berlalu tlah menjadi
kenangan dan seakan kulupakan ...” sayup-sayup
suara Roy terdengar di telingga. Aku terbuai oleh merdu suaranya. Selamat malam
sayangku. Mimpikan aku disetiap malam mu.
______________________
Disekolah
tatapan kosong mengarah padaku. Yusi, kekasihnya Roy, teman sekelasku. Terbesit
perasaan bersalah dalam diriku. Aku bukan merampas hal yang sepatutnya menjadi
milikku. Aku merampas waktu yang seharusnya Roy lewatkan dengan Yusi. Aku
merampas sesuatu yang tidak pantas. Tapi salahkah aku? Ia juga merampas Roy
dari pelukku. Bukan ku tak mengetahui ia mengoda Roy dibelakangku. Sekarang ia
sudah meendapatkannya. Salahkah aku mengambilnya kembali?
Minggu
sore, aku melihat Roy sedang berjalan dengan seorang wanita. “Ya aampun..dia
Indri” bisikku. Aku kembali teringat dengan Yusi, kekasih Roy. Roy menyadari
aku melihatnya. Aku tahu, ia tidak berusaha menyembunyikannya atau ia hanya
berpura-pura tak menyembunyikannya. Tapi bagiku sama saja, karena ia berbohong
padaku, mengatakan hari ini tidak mau kemana-mana.
Malamnya
Roy menelponku. Ia berbasa-basi menanyakan sudah makankah? Lagi apa? Dan
kalimat basi lainnya. Ahhh sudahlah, sekarang aku yakin ia mencintai Yusi dan tidak
mencintaiku dengan sebenarnya-benarnya. Bila benar ia mencintaiku, tak mungkin
ia memutuskanku, lalu pacaran dengan Yusi dan menjadikan aku simpanannya. Aku
terlalu bodoh mau-maunya menjadi teman sepinya di setiap malam. Memang
membahagiakan untukku, tapi menyakitkan untuk orang lain.
Aku telah tersakiti, tetapi tidak pernah ada cita-cita untuk balik menyakiti orang yang sudah menyakitiku. Aku tidak pernah punya keinginan untuk merampas kebahagian orang lain. Sekarang yang harus kulakukan adalah bangkit dari masa lalu. Biar saja kusimpan disudut hati ini, dan ku harap seseorang mengisi hatiku yang sebenar-benarnya. Hingga kenangan dihati terganti olehnya.
---Selesai--
Ketcee sekali inaaa🤗 semangat yah buat nulisnya, smoga besok bisa nerbitin buku hasil karya ina sendiri yah, aamiin. Mangattsss😍🤗q
BalasHapusHihi jadi malu di komen bundaa ikaa🥺
Hapus